Free Filep Karma

Menlu Belanda: Situasi di Papua Belum Kritis!

Posted by Papuan Voices On Sabtu, Desember 24, 2011 4 komentar
Menteri Luar Negeri Belanda, Dr. Uri Roshental (Foto: Ist)
PAPUAN, Belanda --- Situasi di Papua saat ini belum kritis. Pasukan PBB akan diturunkan ke Papua jika situasi di sana sangat mendesak seperti apa yang sementara ini terjadi di Mesir, Yaman, Suria, dan tempat lainnya, di mana rakyat sipil menuntut haknya dengan demontrasi dan ditanggapi dengan pendekatan kekerasan militer oleh pemerintah yang berkuasa.

Demikian penegasan Menteri Luar Negeri Belanda, Dr. Uri Rosenthal, pada Kamis (22/12), pukul 16.30 – 18.00 waktu Belanda, di Gedung Parlemen Belanda, Kota Den Haag, menjawab tuntutan Parlemen Belanda Bidang Komisi Luar Negeri agar pasukan pengamanan PBB bisa segera diturunkan ke Papua mengamankan

Menurut Rosenthal, tentang pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, diminta agar harus ada bukti yang cukup kuat dan jangan simpang siur.

“Seperti info yang telah diterima bahwa korban di Eduda (Paniai) adalah 30 orang, kemudian dari sumber yang lain disampaikan bahwa 13 orang, kemudian dari info yang lain lagi disampaikan bahwa hanya 3 orang. Diminta agar laporan benar disertai bukti yang kuat, agar mudah untuk ditindaklanjuti,” katanya.

Terhadap tuntutan Komisi Luar Negeri agar pemerintah menindaklanjuti keterlibatan pihak asing (Australia) dalam peristiwa Eduda, Rosenthal menyampaikan bahwa, perusahaan itu adalah milik Australia dan Belanda sama sekali tidak mencampuri urusan tersebut.

“Namun pemerintah Belanda tetap akan mengecek hal itu secara langsung ke pemerintah Australia dalam kunjungan kerja tahun depan nanti,” katanya.

Rosenthal melanjutkan, tentang kerja sama dibidang militer, Pemerintah Belanda membantu Indonesia bukan dengan motif untuk membasmi orang pribumi Papua.

Namun, katanya ini akan menjadi catatan khusus bagi pemerintah kedepannya.

Terkait tuntutan agar pemerintah Belanda hentikan kerja sama bidang militer dengan Indonesia, menurut Rosenthal hal tersebut menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah Belanda.

Sementara dalam solusi menyelesaikan permasalah di tanah Papua, pemerintah Belanda mendukung langkah membangun dialog dengan pemerintah Indonesia yang sedang dikerjakan Gereja-Gereja di tanah Papua.

“Dalam hal ini dialog antar pemerintah Indonesia dan Gereja-Gereja Se-Papua akan dilaksanakan, diharapkan pada bulan januari 2012 segera akan diadakan pertemuan dengan presiden Indonesia untuk membicarakan masalah Papua,” sebutnya.

“Pemerintah Belanda mengharapkan agar dalam dialog nanti akan hadir juga organisasi-organisasi sosial politik, NGO, dan lembaga-lembaga Hak Azasi Manusia (Komnas HAM, dll). Hasil penelitian dari LIPI akan sangat membantu dalam hal ini,” harapnya.

Lanjut Rosenthal, Pemerintah Belanda akan berdialog dengan Indonesia tentang masalah Papua dengan menghargai aturan-aturan internasional yang berlaku. Pemerintah tidak akan melangkahi kedaulatan RI melainkan akan berusaha melalui hubungan diplomatiknya untuk mencari solusi tentang penanganan masalah Papua.

Sedangkan terkait kegagalan Otsus, pemerintah Belanda mengatakan Jakarta sendiri saat ini mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah Papua.

“Otsus di terapkan di Papua oleh Jakarta untuk menjawab tuntutan rakyat Papua, namun yang dikehendaki OPM bukanlah Otsus, melainkan kemerdekaan penuh terlepas dari Indonesia. Ini yang menyebabkan terjadinya konflik di Papua,” ucapnya.

"Sekali lagi ditegaskan oleh pemerintah bahwa yang dikehendaki OPM adalah kemerdekaan Papua. Mungkin UP4B juga akan mengalami nasib yang sama dengan Otsus karena keinginan OPM adalah Papua Merdeka,” kata Rosenthal.

Terkait pendekatan yang digunakan Militer Indonesia, Rosenthal mengatakan semua hanya karena ulah OPM yang dicap sebagai teroris.

“Sesuai laporan Indonesia, OPM adalah teroris,” tutur Rosenthal lagi.

Namun, Menlu mengaku sekalipun situasi di Papua belum mencapai tahap kritis, namun kondisi saat ini merupakan hal yang serius dan patut mendapatkan perhatian.

OKTOVIANUS POGAU


4 komentar:

MELANESIAN TOUR (M-Tour) mengatakan...

DATA TENTANG PELANGGARAN HAM DI PAPUA OLEH MILITER INDONESIA TELAH BANYAK TERMUAT SEJAUH SEJARAH PERADABAN PAPUA, NAMUN MENGAPA HAL FAKTUAL ITU SAMPAI SAAT INI DITUTUPI BAHWA DIDALAMNYA ADA KEPENTINGAN BERMAIN. DEMI KEBENARAN DAN KEDAMAIAN, HASIL KEKAYAAN PAPUA-PAPUA MAU ATUR SENDIRI BAHWA HASILNYA AKAN DIBAGI BERDASARKAN USULAN INVESTOR BERBAGAI NEGARA MAKA BERIKAN KEMERDEKAAN KEPADA PAPUA. PAHAMILAH, DUNIA PASTI AMAN DAN DAMAI!!

Paul Bastian Souisa mengatakan...

16 states:

1. Republic of Indonesia (red)
2. State of East Sumatra
3. State of South Sumatra
4. State Riouw
5. Pacific countries
6. state Billiton
7. State of West Java
8. Countries of Central Java
9. State of East Java
10. State of Madura (Madura)
11. State of West Kalimantan
12. Great Dayak country
13. state Bandjar
14. State South-east Borneo
15. State of East Kalimantan
16. State of East Indonesia.

State RIS (United Republic of Indonesia) marked in red color, while the states which have been determined by the decision of the Round Table Conference on November 2, 1949, in Den-Haag, the Netherlands, is marked white. West Papua is not included in the RIS (United Republic of Indonesia).

Paul Bastian Souisa mengatakan...

@Paul Bastian Souisa


RMS (Republic of South Maluku) has been separated from the RIS (Republic of Indonesia Srikat) and NIT (State of East Indonesia), in accordance with the wishes of the people of Maluku as can be seen in the proclamation of independence of South Maluku Republic (RMS) on April 25, 1950, below:

Translation Proclamation of the Republic of South Moluccas:

Fulfilling the will that really, demands and insistence of the people of the South Moluccas, then with this, we proclaimed the independence of South Moluccas, de facto de jure, in the form of the Republic, apart from all the constitutional nexus of East Indonesia, and RIS (United Republic of Indonesia), grounded NIT (Eastern Indonesia state) is not able to maintain its position as a state in accordance with the regulations Mutamar Denpasar, which is still valid, also in accordance with the decision of the Council of the South Moluccas, dated March 11, 1947, while the RIS had violated the decision of the RTC (Round Table Conference) and the Constitution itself.

Ambon, 25 April 1950, the Government of South Moluccas
JH Manuhutu
A Wairisal

While the newly independent countries, namely: the Republic of Indonesia, Central Java region is the capital city is Jakarta, and the State RIS (United Republic of Indonesia) is the mother city is the former Batavia, but now referred to as the Java Jakarta by calling itself a nation Indonesia .

In this case of West Papua is not included in the RIS (United Republic of Indonesia).

Why is the Government of Indonesia has claimed the states that have been independent in accordance with the decision of the three decisions, namely:

1). The decision of Linggarjati on March 25, 1947,

The first instrument is great, it means: In the process of decolonization of the Dutch government and the government of the Republic of Indonesia is an agreement Linggarjati on March 25, 1947. Relevant parties in the agreement agree that: "State of New Indonesia will be shaped as a sovereign democratic State, and filled according to the Union".
The new state which has been named by the Republic of Indonesia States was composed of all the former Dutch East Indies, but with the understanding that the people of each area section (states) are given the right to decide to decide democratically, and as can be joined, or not join with the State of New Indonesia (RI = Republic of Indonesia).
Parts of the country that does not agree to become part of the RIS within the State (Republic of Indonesia States) have the right to self-determination.

State RIS (United Republic of Indonesia) at the time it has been determined that the territory consists of three parts the territory, namely:
a). Java, Madura and Sumatra,
b). Borneo,
c). Eastern Indonesia, which is known as the Greater East. All three areas have the same rights.

Continuation of all issues in accordance with the legal description and history that actually happened, can be followed on the news link below, where Karen Parker JD is a living testimony to the Round Table Conference.

http://www.guidetoaction.org/parker/m.html

Anonim mengatakan...

Thanks for your Information

Posting Komentar