Soleman Itlay, aktivis PMKRI Jayapura. (Arnold Belau - SP) |
Catatan Kaki Untuk 5 Bulan Terakhir
Oleh: Soleman
Itlay)*
Orang Papua Barat memiliki masalah yang besar
Mau sebut satu per satu, bikin membosankan dan tidak akan
ada ujungnya. Pokoknya masalah itu menyangkut kandungan ibu, bayi, anak,
remaja, dewasa dan lanjut usia. Orang Papua Barat tidak pernah absen dengan
kematian. Disini banyak “Kematian Misterius”.
Tidak ada patokan kematian di Papua Barat. Dalam artian
lain, tidak semata-mata terjadi pada satu orang, keluarga, honai adat, suku,
kampung, wilayah, agama, gereja, dan daerah tertentu. Tetapi setiap basis orang
Papua Barat, dari Sorong-Merauke mengalami peristiwa yang hampir sama.
Kematian telah menyatu dengan 250 suku, orang asli Papua
Barat. Beberapa suku lain, dari luar Papua Barat (non Papua Barat), juga sering
mengalami hal yang sama. Namun kematian lebih banyak jatuh pada orang pribumi
Papua Barat. Kematian yang dimaksud, sampai detik ini masih berlaku.
Dimana ada orang Papua Barat, disitu ada kabar buruk. Kematain
hari ini berada di rumah, honai adat, rumah sakit, kantor, jalan, kali, telaga,
sungai, gereja, kampung, dan hutan. Kematian
orang Papua Barat terlihat di rumah sakit, jalan, gunung, pantai, dataran,
rawah, seberang sungai, danau, hutan, kolong jembatan dlsb.
Memang benar adanya. Kenyataan tidak dapat disembunyikan
oleh kata-kata mati lagi. Hari ini, orang Papua Barat tidak punya tawaran dan
pilihan lain. Mereka ada bersama kematian. Bakal kematian jadi tawarann awal
dan pilihan akhir. Murah tapi juga kematian mudah menelan nyawa orang-orang
miskin di negeri kaya raya.
Tidak ada jalan keselamatan. Segala akar kehidupan orang
kulit hitam diputuskan, dikeringkan, dibakar, dan dilenyapkan pada liang
kematian. Segala jalan keselamatan orang berambut keriting dibatasi,
disembunyikan, dihilangkan, dihapuskan dan lain sebagainya. Kini sumber
kehidupan orang Papua Barat sengaja dihancurkan.
Struktur dan Sistem Kematian di Papua
Barat
Orang Papua Barat mempunyai struktur dan sistem kematian.
Ada yang tidak kelihatan dan kelihatan sekali. Struktur dan sistem kematian ini
tidak diketahui oleh orang Papua Barat. Hanya orang yang pakai kaca mata
kebijaksanaan lah yang melihatnya. Hal ini dibuat, dijalankan dan dikotrol oleh
orang diatas berpakaian dua mcam warna.
Bagian atasnya merah dan bawahnya putih. Kadang kala orang
sulit melihat orang yang menjalankan itu telanjang. Karena mereka tidak tinggal
santai kerena punya struktur dan sistem kematian. Namun orang yang menggunakan
pakaian kain merah dan putih itu, main dengan terukstruktur dan sistematis.
Orang Papua Barat kaget ketika ada kecelakaan di jalan, kematian
di rumah sakit, warung, hotel, restoran, depan ruko, kolong jembatan, hutan,
pegunungan, kali, sungai, danau dan lautan.
Namun semua orang tidak tahu struktur dan sistem kematian yang berlaku dan dijalankan
secara terukstruktur dan sistemtis.
Rentetan Kematian 6 Bulan Terakhir
Belakangan ini, istilah “Kematian Misterius” di Papua Barat
naik daun. Hal ini bukan seperti orang lain yang “tukang” memutarbalikan fakta.
Namun istilah ini tumbuh dan berkembang dari masalah kematian orang Papua Barat
sepanjang waktu. Kematian berlaku umum bagi orang Papua Barat diatas tanah
leluhurnya.
Ada catatan kaki disini. Semua berasal dari tanah Papua
Barat, dari Sorong-Merauke. Pada umumnya kematian orang Papua Barat memiliki
motif yang hampir sama. Rata-rata peristiwa semua belum menemukan virus bakteri
kematiannya. Berangkat dari situ, orang Papua Barat menyebut “Kematian
Misterius”.
Belakangan ini orang Papua Barat dikagetkan dengan beragam
kematian. Banyak yang belum diangkat dan diurus oleh semua pihak terkait. Namun
itu tidak mengapa bagi orang Papua Barat. Barangkali disini cukup
memberitahukan bagi yang belum tahu. Kasus kematian misterius dimaksud, antara
lain:
1.
Kematian
37 Orang di Lanny Jaya
Pada April lalu, media terpercaya di
Papua, yaitu Jubi mewartakan 37 warga yang meninggal di Lanny Jaya.
Kematian
ini berlangsung dari Januari hingga 25 April 2017. Tempat kejadian ada 4
kampung, yakni; kampung
Tinggira (18 orang), Indawa (3 orang), Eyuni (13 orang)
dan Yuhunia (4 orang).
Kepada media tersebut, Sekretaris
Daerah(Sekda) kabupaten Lanny Jaya, Christian Sohilait mengatakan: Hari
ini
(Rabu) juga saya berada di lokasi kampung Tinggira untuk melihat langsung
kondisi air minum dan
penyebab sampai banyak yang meninggal. Dan ternyata air
disini merupakan hasil tadah hujan beberapa waktu
lalu yang dikonsumsi warga
tanpa dimasak, padahal itu ada kotoran babi dan kotoran manusia”.
Kejadiannya sudah lama (Januari 2017),
namun beritanya dipublikasi pada April 2017. Penyebab peristiwa ini
disebut-sebut karena kekurangan air bersih. Belum ada penemuan indikasi virus
penyebab kematian yang
menyebabkan 37 orang meninggal dunia. Tentu kasus ini
bisa disebut “Kematian Misterius”. Sebab belum ada
temuan virus
bakterinya.
2.
Kematian
50 Balita Menggal di Deiyai
Gereja Katolik Dekenat Paniai, Keuskupan
Timika mengumumkan, kematian orang Mee dalam kurun waktu April hingga 15 Juli
2017. Kematian Balita ini terjadi di kampung Ayatei, Digikotu, Piyakedemi,
Yinudoba, dan Epani. Informasi ini disampaikan oleh Pastor Paroki, Deiyai,
Damianus Adi, Pr.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten
Deiyai, terutama petugas medis meyebut gejalah penyakitnya antara lain ISPA,
campak, diare dan disentri. Namun menurut Pastor, setelah melakukan pendataan
ulang kepada keluarga pasien berbeda. Pastor Adii sebut gejalannya: panas
tinggi, mencret (diare), mulut luka-luka, mata merah dan ada yang meninggal
tibah-tibah.
Ada yang sebut gejalanya lain dan Pastor
menyebut lain tapi ada yang sama. Jumlahnya pun sama. Kepala distrik Tigi
Barat, Fransiskus Bobii sebut 30 orang dan Pastor Paroki sebut 50 orang. Hal
ini semcam ada struktur dan sistem kematian yang tidak keliahan, kemudian
menimbul pro dan kontra diantara pihak gereja dan pemerintah.
3.
Kematian
dan Penderita HIV/AIDS di Wamena
Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Wamena menyebut tingkat kematian ibu hamil dan bayi
yang lahir terus mengalami peningkatan. Dimana pada 2015 dari 1.888 orang, 7
lainnya meninggal dunia. Kemudian berikutnya 2016 tercatat sebanyak 2.009 yang
melakukan persalinan, 6 orang ibu hamil diantaranya meninggal dunia. Mana yang
benar?
Direktur
RSUD Wamena, dr. Felly G. Sahureka mengatakan, untuk bayi yang baru dilahirkan
dari tahun 2016, dari total 2.009 bayi hanya 293 bayi yang hidup. Jika dihitung
secara matematis 2.009-293 berarti hasilnya didapat sebanyak 1716 orang. Jadi
boleh dikatakan dari 2.009 yang dilahirkan 2016, yang meninggal sebanyak 1716
orang.
Demikian
kata dokter Felly, “Sedangkan untuk bayi
yang baru dilahirkan dari tahun 2016 lalu, dari total 2.009, hanya 293 bayi
yang hidup”, dikutib dari www.tabloidjubi.com,
(16/06/2017). Bayangkan dalam setahun kematian Ibu dan Anak mencapai ribuan
orang. Jumlah tersebut belum termasuk dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan
tidak termasuk dengan kasus lain.
Sungguh,
sangat berbahaya. Dari sisi penyebaran HIV/AIDS saja, Jayawijaya berada pada
urutan pertama di seluruh Papua. Per Juni 2016 lalu, Dinas Kesehatan provinsi
Papua mecatat penderita HIV/AIDS sebanyak 5.293 kasus. Menakjubkan bukan? Parah
lagi kalau dikaitkan dengan kasus kematian 264 orang di distrik Itlay Hisage
(2005-2014).
4.
Kematian
48 Orang di Yahukimo
Kepala
Dinas Provinsi Papua, Aloysius Giyai membenarkan kematian warga di Samenage,
kabupaten Yahukimo. Hanya yang bedanya disini adalah banyaknya korban. Menurut
Giyai, korbannya sekitar 38 orang. Warga yang meninggal dunia berasal dari 8
kampung dan dengan jumlah korbannya berbeda-beda.
Jumlah
kematian ini jauh sedikit dari banyaknya korban yang disebutkan oleh pastor
Jhon Jonga, Pr. Sebelumnya, Pastor Jhon menyebut ada 48 orang. Lalu 10 orang
lainnya diapakan? Bagi Pastor Jhon selaku hambah Tuhan tidak mungkin tipu,
karena dia juga sangat akrab dengan masyarakat Samenage, Papua.
Begitu
pula dengan dinas kesehatan kabupaten Yahukimo dan provinsi Papua. Dinas
kesehatan sebut 38 orang yang meninggal. Pernyataan tersebut ada betulnya, dan
ada pula tidaknya. Yang jelas pemerintah punya garis komando dan koordinasi
dengan dinas kesehatan kabupaten Yahukimo. Kemungkinan besar tidak bisa
disalahkan.
Palingan
pihak gereja maupun pemerintah sama-sama punya data yang kuat. Tetapi kematian
di daerah telah terjadi lama. Hanya saja publik belum tahu persis. Tentu hal
ini memerlukan koordinasi kerja sama dan memerlukan sinkronisasi kerja, agar
kelak membinggunkan semua orang. Tetapi lebih penting ialah memastikan virus
bakterinya, bukan bantuan bahan makanan. Sungguh peristiwa ini juga termasuk
“kematian Misterius”.
5.
Kematian
27 Bayi dan Anak di Kabupaten Nduga
Ada kejadian baru lagi di distrik
Iniknggal kabupaten Nduga. Tempat kejadian ini bersebelahan dengan wilayah Mbua,
tempat dimana 2014/2015 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Dalam peristiwa ini,
dilaporkan 27 orang bayi, balita dan anak meninggal dunia. Sementara kematian
misterius ini dikabarkan pada 26 september 2017 oleh masyarakat.
Laporan ini dimuat di media sosial
(facebook). Pemostingnya merupakan anggota masyarakat dengan latar belakang
mahasiswa Nduga. Nama akun facebooknya adalah Gwijangge. Postingan itu cukup
kuat karena disertai dengan kronologis singkat dan nama-nama orang tua dan korbannya. Beberapa
jam berselang, pemeberitaan tersebut semakin diketahui oleh publik.
Karena semua orang yang berteman dengan
Gwijangge like dan bahkan membagikan kiriman dimaksud. Tidak lama kemudian, pimpinan
Suara Papua, Arnol Belau menurunkan beritan kematian 27 orang di Iniknggal kabupaten
Nduga. Suara Papua sudah melakukan wawancara langsung dengan masyarakat yang
turun dari Nduga ke Wamena yang melakukan pembelanjaan barang untuk keperluan
di tempat duka.
Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Nduga melalui
Puskesmas detempat belum bisa memberikan keterangan. Namun ketika informasi
tersebut pecah di media masa, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Program Dinas
Kesehatan provinsi Papua, Aaron Rumainum, mengatakan akan check petugas
kesehatan di lapangan. Hal ini dokter Aaron menghubungi penulis melalui telepon
seluller, (27/09).
Usulan
Penanganan Medis
Kasus kematian
misterius diatas, tidak asing bagi orang Papua Barat. Bukan 5 kasus diatas
semata, terlalu banyak. Sebelumnya pun terjadi hal yang sama. Bakal sampai hari
ini masih terus berlanjut tanpa henti-hentinya. Namun kalau disatukal di dalam
ini, tidak aka nada habisnya. Tetapi itu tidak penting untuk membahas disini,
karena akan jadi seperti orang jalan di tempat tanpa perintah. Namun yang perlu
dipikirkan disini adalah, soal penanganan medis.
Secara pribadi punya
dua pemikiran sederhana, antara lain: tidak ragu dan ragu. Tidak ragu karena
persoalan diatas akan diselesaikan, jika ada pihak berwajib mau serius
menangani. Karena bicara tentang kasus pihak seperti dinas kesehatan punya
rekam jejak penanganan medis suatu kasus di Papua. Bakal ada banyak bukti yang
berhasil.
Namun di lain sisi,
secara pribadi juga agak pesimis. Karena banyak kasus yang timbul dengan motif
yang sama. Paling sering dan memang sebelumnya terdengar banyak peristiwa
serupa yang timbul di daerah lain, Papua.
Sebut saja, misalnya KLB Mbua (Nduga), musibah kematian di Itlay Hisage
(Jayawijaya) dan masih banyak lagi.
Berdasarkan dua
pengalaman ini, ada usulan sederhana untuk semua pihak (pemerintah)
masing-masing daerah. Ungkap sampai tuntas, penyebab kematian misterius dari 5
kasus ini. Jika tidak keberatan, menoleh ke kasus-kasus sebelumnya yang belum
terungkap. Dari semua rentetan kematian misterius di Papua Barat, motifnya
hampir sama semua. Namun sebutan untuk penyebabnya sering berbeda-beda.
Sehingga, mau tidak mau
dan suka tidak suka, harus mengungkap virus kematian misterius, Maaf sekali.
Bukannya memaksakan, tetapi ini suatu tuntutan yang harus, wajib dan segera
dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui pemerintah daerah yang telah
dibentuk di masing-masing kabupaten/kota, provinsi Papua. Sebenarnya tidak
sesusah dan sesulit apapun di era Otonomi Khusus ini.
Berikut harus memperhatikan
kesehatan masyarakat, orang Papua Barat yang tengah diijak-injak oleh beragam
penyakit misterius. Karena selain kematian berlangsung, hari ini penderitaan
orang Papua Barat terus meningkat pesat. Semua pelayanan harus mengutamakan
keselamatan manusia yang sakit, bukan memanfaatkan sakit untuk keselamatan dan
kepentingan pribadi.
Kerja harus dengan
sadar. Selamatkan orang dengan pertimbangan “Orang Papua Barat di Ujung
Kepunahan”. Hal ini wajib dipahami dan terapkan dalam tindakan pelayanan. Kalau
bisa sistem pelayanan kesehatan di Papua Barat harus dikontekskan sesuai metode
pelayanan tradisional dan ditransformasikan dengan cara pengobatan modern. Semoga!
)* Penulis adalah anggota
aktif Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Efrem
Jayapura, Papua.
0 komentar:
Posting Komentar