Masyarakat Baya Biru, Degewo (Foto: ALDP) |
"Kami minta Degewo harus segera ditutup, kehadirannya telah menjadi kutuk bagi warga sekitar," urainya.
Thobias juga meminta Bupati Kabupaten Paniai dapat segera mencabut semua ijin yang diberikan kepada pengusaha-pengusaha non Papua.
"Mereka telah menghancurkan tatanan kehidupan masyarakat sipil di Degewo,” jelasnya ketika ditemui Papuan Voices, sore ini (21/12) di Kotaraja, Jayapura, Papua.
Lanjut Thobias, pemerintah harus tahu, bahwa tanah Degewo adalah tanah adat, dan wilayah hukum adat sehingga harus dikembalikan kepada masyarakat pemilik hak ulayat.
"Masyarakat setempat telah berulang kali meminta DPR Papua supaya memanggil Bupati Paniai, Bupati Nabire, Gubernur Provinsi Papua untuk bicara masalah ini namun tak pernah ditanggapi secara serius," terangnya.
“Pihak Brimob Polda Papua dan polisi dari Paniai juga harus ditarik dari Degewo,” tegasnya.
Thobias juga berharap, Kapolda Papua tidak mengaitkan masalah di Paniai dengan masalah Degewo, karena masalah Degewo adalah persoalan tanah adat.
"Di Degewo tidak ada OPM, maka itu Kapolda tidak boleh cari alasan untuk terus mengirm pasukan ke Degewo," urainya.
Kapolda juga diminta membuka ruang untuk berdialog dengan masyarakat. Karena masyarakat ingin menyampaikan makasud dan tuntutan mereka secara jelas..
"Harapan masyarakat, Degewo harus tutup. Kalau mau buka lagi, pemerintah harus dialog dulu dengan warga pemilik hak ulayat."
Kami berharap pemerintah tidak melakukan pembiaran terhadap nasib warga sekitar Degewo yang sangat-sangat ketakutan saat ini.
"Kami tetap meminta ruang dialog dibuka agar masyarakat bisa menyampaikan sikap dan tuntutannya," tutup Thobias.
ARNOLD BELAU
0 komentar:
Posting Komentar